Antara Minyak, Uang, Kekuasaan dan Nurani

Minyak bumi atau disebut juga emas hitam dan gas alam atau disingkat migas, adalah sumber daya alam yang ada di perut bumi. Migas merupakan suatu komoditas yang sangat penting dan strategis, karena menjadi sumber energi teratas yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung dalam menopang proses produksi serta digunakan untuk mengeksploitasi sumber daya lainnya. Ketergantungan terhadap BBM pun hingga sekarang masih mendominasi hampir seluruh sendi-sendi kehidupan sehari-hari baik dalam rumah tangga, komersial maupun industri. Mengingat peran penting dari migas tersebut, maka isu migas selalu menjadi sebuah topik pembicaraan yang selalu menarik dan hangat bagi masyarakat. Terjadinya fluktuasi harga migas secara otomatis akan berdampak pada semua aktifitas makro-ekonomi dan bersentuhan langsung dengan masyarakat banyak.

Turbulensi dan Antiklimaks

Jatuhnya harga minyak pada tahun 1986, jauh dibawah harga $ 30 per barel, merupakan sebuah "pukulan telak" bagi Indonesia yang selama berpuluh-puluh tahun, menggantungkan minyak sebagai sumber devisa utama. Meskipun penerimaan negara dari sektor minyak menurun, kebetulan saat itu tingkat konsumsi minyak Domestik masih belum setinggi sekarang, sehingga posisi neraca perdagangan migas Indonesia masih tetap “surplus”. Sejak saat itu pemerintah giat menggali alternatif lain selain migas, meskipun migas masih menjadi tulang punggung dalam menggerakkan roda perekonomian negara hingga beberapa puluh tahun kedepan.

Antiklimaks masa masa ke-emasan migas sebagai penyumbang devisa negara tepatnya terjadi pada bulan Maret 2004, dimana Indonesia yang semula adalah importir minyak, telah berubah menjadi “a net crude oil importer” karena tingkat konsumsi berbanding lebih besar daripada tingkat produksinya. Pada bulan tersebut rata-rata volume impor per hari telah meningkat mencapai 484.000 barrel, sedangkan volume ekspor hanya sebesar 448.000 barrel per hari, jadi minus 36.000 barrel per hari. Kondisi defisit minyak ini masih berlangsung hingga saat ini sehingga pemerintah mau nggak mau harus terus menggenjot penerimaan devisa dari sektor non migas. Mungkin karena alasan inilah, per Januari 2009, Indonesia secara resmi keluar dari keanggotaan OPEC, setelah bergabung selama 47 tahun atau tepatnya sebagai anggota OPEC sejak tahun 1962.

Pasca turbulensi, Indonesia menjadi negara yang sangat rentan terhadap dampak negatif akibat kenaikan harga minyak dunia. Meskipun harga minyak dunia melambung, namun momentum tersebut tidak dapat dinikmati oleh Indonesia. Justru sebaliknya, naiknya harga minyak dunia menyebabkan beban subsidi energi juga meningkat. Kenaikan harga minyak terhadap anggaran pemerintah, ibarat sebuah pisau yang memiliki “dua sisi mata”. Di satu sisi meningkatkan penerimaan pemerintah dari minyak, namun di sisi lainnya akan meningkatkan beban subsidi. Dampak yang ditimbulkan oleh kenaikan harga ini pasti akan mempengaruhi beban dan defisit anggaran. Untuk mengurangi dampak negatif tersebut, secara perlahan sejak tahun 2005 subsidi dikurangi dan yang masih tetap dipertahankan adalah subsidi minyak tanah, karena berkaitan dengan hajat hidup “wong cilik”. Dalam rangka mengurangi beban subsidi, sejak 2007, pemerintah telah menggulirkan program Konversi minyak tanah ke elpiji yang rencananya akan berakhir sampai tahun 2010.

Isu Energi dan Pangan Dunia

Terjadinya krisis energi dan pangan dunia saat ini, merupakan persoalan baru yang semakin menghimpit perekonomian di banyak negara, khususnya pada negara-negara berkembang yang tidak memiliki sumber daya alam yang mencukupi untuk menopang kehidupan perekonomiannya. Faktor pentingnya energi dan pangan tersebut mengakibatkan beberapa negara berlomba-lomba untuk menguasai sumber-sumber energi dan pangan dunia. Oleh karena itu, wilayah Timur Tengah yang merupakan sumber minyak utama dunia menjadi ajang perebutan global. Melonjaknya harga minyak, pada akhirnya, akan memicu terjadinya pergeseran kekuasaan ekonomi yang pada gilirannya menciptakan perubahan peta baru kekuatan ekonomi Internasional.

Bukan suatu rahasia umum, bahwa uang sangat berkaitan dengan kekuasaan. Dengan melimpahnya sumber minyak bumi suatu negara, berarti “petro dollar” akan mengalir dan mampu memberikan kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi bagi rakyatnya. Kekayaan akan menciptakan kekuasaan politik maupun militer yang pada gilirannya akan menciptakan kekuasaan ekonomi. Terciptanya kekuasaan politik dan ekonomi secara otomatis akan meningkatkan nilai “bargaining” suatu negara.

Era Transformasi, Kerja Keras dan Nurani

Dalam rangka untuk membantu pemerintah, berkaitan dengan dampak negatif akibat volatilitas harga migas dan subsidi BBM, Pertamina diharapkan terus berupaya untuk meningkatkan kinerjanya dan memberikan kontribusi yang positif bagi perekonomian Nasional melalui pemberian deviden yang lebih besar kepada pemerintah. Untuk itu, Pertamina perlu melakukan perbaikan di berbagai aspek, sehingga Road Map Transformasi perusahaan yang telah dicanangkan sejak 20 Juli 2006, bisa berjalan sesuai harapan.

Agar keberhasilan transformasi Pertamina terlaksana dengan baik, perlu didukung adanya konsistensi dan komitmen yang tinggi dari seluruh elemen perusahaan. Disamping itu slogan Kerja Keras Adalah Energi Kita agar dijadikan sebagai momentum semangat gerak dan langkah seluruh insan Pertamina untuk mesukseskan target tahapan-tahapan Transformasi perusahaan untuk 15 tahun kedepan, kearah pencapaian Visi Pertamina menjadi Perusahaan Migas Kelas Dunia.

Wujud nyata upaya kerja keras insan Pertamina adalah terciptanya tata kelola energi Nasional yang mampu memberikan manfaat yang terbaik bagi kemaslahatan dan kemakmuran rakyat, sesuai amanat UUD 1945 yang berbunyi "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat". Dengan demikian, slogan Kerja Keras Adalah Energi Kita hendaklah bukan sekedar slogan hampa tanpa makna. Hanya waktu dan nurani yang mampu menjawabnya.

Tulisan Pertaminablogcontest lainnya :
Komitmen Implementasi CSR Pertamina
Implementasi GCG Di Pertamina

Tulisan terkait lainnya :
Selamat tinggal minyak tanah, selamat datang 2010

Posted in: kerja keras adalah energi kita, pertaminablogcontest, pt.pertamina