Konstelasi perekonomian global tak ayal telah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi hampir keseluruh negara termasuk Indonesia. Negara-negara besar seperti Amerika Serikat, negara-negara Eropa dan Jepang juga mengalami resesi akibat dampak krisis. Namun dibelahan dunia lain khususnya di kawasan Teluk, justru tetap berkembang dan perekonominya terus mengalami peningkatan. Melojaknya harga minyak hingga jauh diatas level psikologis USD. 100 per barrel pada 2008, telah membawa berkah bagi negara-negara tersebut, sehingga memiliki dana Sovereign Wealth Funds (SWF) yang sangat signifikan. Tidak mengherankan jika negara-negara kaya minyak di kawasan Timur Tengah tidak terpengaruh oleh krisis multi dimensi global.
Hubungan antara Indonesia dengan kawasan Timur Tengah yang dihuni lebih dari 300 juta jiwa sebenarnya sudah terjalin sejak lama ketika para pedagang muslim dari Persia, Arab, maupun Gujarat, India datang ke bumi Nusantara. Hubungan historis yang telah terjalin secara harmonis ini, menjadikan peluang pasar ke Timur Tengah cukup terbuka lebar dan sekaligus dapat dijadikan sebagai pintu gerbang lanjutan ke wilayah Afrika. Disamping itu, kekuatan Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dan sebagai negara yang padat penduduknya di Asia, akan memberi hubungan emosional yang cukup tinggi dan akan dipandang sangat penting oleh Timur Tengah. Negara-negara Timur Tengah yang berpenduduk mayoritas muslim diharapkan akan menjunjung tinggi nilai persaudaraan yang didasarkan pada persamaan agama atau ukhuwah Islamiyyah. Dari sisi sosial budaya, negara-negara Timur Tengah cukup strategis, karena menjadi orientasi dan referensi utama dalam kehidupan sosial budaya dan keagamaan masyarakat Indonesia. Adanya berbagai faktor penting tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk meraih kerjasama di berbagai bidang dengan negara-negara di kawasan tersebut.
Disisi lain, potensi kekayaan alam Indonesia juga dapat dijadikan komoditi perdagangan ke Timur Tengah, karena kurang lebih 80% kebutuhan negara-negara Timur Tengah berasal dari impor dan yang paling dibutuhkan khususnya berkaitan dengan ketahanan pangan seperti beras sehingga dapat dijadikan sebagai pasar produk pangan Indonesia. Indonesia juga memiliki kekuatan transaksi keuangan yang jumlahnya mencapai triliunan rupiah berkaitan dengan penyelenggaraan ibadah Haji.
Melihat realita tersebut, maka negara-negara di kawasan Timur Tengah seperti Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Jordania, Qatar, Iran, Irak, Oman, Bahrain dan Yaman dipandang sangat potensial bagi Indonesia, baik sebagai sumber investasi, pembiayaan pembangunan, tujuan ekspor, sumber wisatawan dan juga potensi lapangan kerja untuk lebih mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Prospek angkutan penerbangan.
Pasca krisis global tahun 2008 lalu, dunia usaha penerbangan ikut tergoncang, ditandai dengan semakin menurunnya permintaan perjalanan udara. Meskipun kalangan penerbangan memperkirakan bahwa dunia penerbangan akan menghadapi situasi yang cukup sulit untuk pulih dan berkembang akibat krisis keuangan global tersebut, namun masih ada secercah harapan dan optimisme akan adanya peluang pertumbuhan, khususnya dari kawasan Timur Tengah. Peluang tersebut harus segera ditindaklanjuti oleh maskapai Indonesia dengan menfokuskan pandangannya ke kawasan tersebut dan berupaya mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya ke Indonesia.
Berdasarkan data yang ada,rata-rata pasar penerbangan ke Timur Tengah adalah sebagai berikut : Tenaga Kerja 285.000 orang (60%), Umroh 135.000 orang (28%) dan lainnya 56.000 orang (12%), itupun belum termasuk angkutan Haji yang mencapai lebih dari 200.000 orang jamaah per tahun.
Pasar penerbangan Indonesia ke Timteng masih didominasi oleh tenaga kerja, sehingga Indonesia dikenal sebagai negara pengirim TKI. Secara umum jumlah TKI terus mengalami peningkatan, seiring dengan meningkatnya jumlah remitansi yang masuk ke Indonesia yang mencapai hampir USD. 7 Milyar per tahun. Setiap tahun pemerintah Saudi mendeportasi sekitar 700 ribu warga negara asing, sekitar 20.000 orang diantaranya adalah buruh migran asal Indonesia (TKI). Secara historis, penempatan TKI di luar negeri telah terjadi sejak jaman Hindia Belanda sekitar tahun 1887, dimana banyak TKI yang dikirimkan oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk bekerja sebagai kuli kontrak di Suriname, New Calidonia, Siam dan Serawak. Penempatan TKI tersebut merupakan bagian dari kebijakan politik pemerintah pada waktu itu serta mengacu pada pasal 27 D ayat (2) UUD 1945 dan perubahannya yang mengandung makna adanya hak setiap warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan, juga kewajiban negara untuk memenuhinya. Sayangnya kurang lebih 90% penempatan TKI di Kawasan Timur Tengah kebanyakan di sektor informal. Kedepan, diharapkan ada perubahan penempatan TKI dari sektor informal menuju ke sektor formal, melalui upaya peningkatan pendidikan, keterampilan dan kompetensi. Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas TKI agar memenuhi kualifikasi serta standar ketenagakerjaan yang diinginkan. Negara-negara di kawasan Timur Tengah umumnya banyak membutuhkan tenaga perawat dan hospitality.
Meningkatkan Inbound Market
Meskipun jumlah wisatawan Timur Tengah yang masuk ke Indonesia terus menunjukkan tren peningkatan, namun dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia, perolehan Indonesia terhitung masih sangat minim. Seperti diketahui jumlah wisman asal Timur Tengah yang masuk ke Singapura, Malaysia dan Thailand, rata-rata mencapai diatas 1 juta orang per tahun. Padahal produk-produk pariwisata Indonesia memiliki prospek yang sangat bagus, lebih islami dan bervariatif dibandingkan negara lain. Mengingat sektor ini terbukti mampu menyumbang devisa yang cukup besar, maka ditengah melemahnya ekspor migas Indonesia, seluruh unit terkait di bidang pariwisata diharapkan saling bahu membahu untuk mengembangkan sektor ini, dalam rangka membantu penerimaan devisa negara, sekaligus mengurangi angka pengangguran di dalam negeri.
Dunia usaha penerbangan yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari industri pariwisata, diharapkan terus membantu pasokan wisatawan sebanyak-banyaknya, khususnya wisatawan asal Timur Tengah , mengingat potensi pariwisata Indonesia yang cukup besar dan tersebar di 33 provinsi, belum sepenuhnya tergarap secara maksimal. Berdasarkan kerjasama penerbangan bilateral yang menerapkan azas resiprokal, maka maskapai masing-masing negara diberikan izin penerbangan yang sama untuk terbang ke masing-masing Negara. Namun pada kenyataannya maskapai Indonesia belum memanfaatkan secara optimal hak terbang yang diperolehnya. Seperti diketahui, maskapai dari Timur Tengah yang telah masuk ke Indonesia diantaranya Saudia Air (Saudi Arabia), Qatar Airways (Qatar), Etihad Airways dan Emirates (UEA), Kuwait Airways (Kuwait) serta Mohan Air (Iran). Untuk lebih memacu dan mengantisipasi lonjakan permintaan, maka sejak Februari 2010 lalu, frekuensi penerbangan dari Indonesia ke Jeddah (Saudi Arabia) telah ditambah dari 21 kali menjadi 35 kali per minggu, dengan perincian sebagai berikut : Garuda 11 kali, Lion Air 5 kali, Batavia Air 3 kali dan direncanakan segera menyusul Pelita Air sebanyak 7 kali per minggu.
Ancaman volatilitas harga minyak
Dana Moneter Internasional baru-baru ini telah merevisi prospek pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia dari 2,8% menjadi 3,8% untuk tahun 2010. Hal ini menandakan semakin pulihnya perekonomian global. Dengan pulihnya perekonomian global, diperkirakan permintaan minyak dunia akan meningkat, khususnya Amerika Serikat dan negara-negara berkembang, seperti Cina yang sedang bangkit kembali. Disisi lain stok minyak mentah global kedepan diperkirakan akan semakin menurun. Untuk jangka pendek kedepan, stok minyak akan berada pada posisi stagnan, terkait adanya keputusan OPEC pada pertemuan di Wina, untuk mempertahankan kuota atau batas atas produksinya yang sebesar 24,84 juta barel per hari, sehingga secara tidak langsung akan memicu kenaikan harga minyak mentah dunia. Kemungkinan terus merangkaknya harga minyak juga disebabkan karena Federal Reserve AS telah mengumumkan untuk tetap mempertahankan rekor suku bunga rendah akibat keraguan pada stimulus pemulihan ekonomi AS yang dipandang masih rapuh. Barclays Capital memperkirakan bahwa harga minyak akan terus bergerak ke fase penetapan harga baru di atas USD 80 per barel.
Porsi biaya bahan bakar menempati porsi tertinggi yaitu 35% dari seluruh biaya operasi penerbangan, maka diharapkan para pelaku dunia usaha penerbangan harus lebih berhati-hati dan melakukan langkah antisipasi untuk meredamnya. Upaya-upaya yang umum dilakukan untuk menekan biaya bahan bakar adalah melalui upaya fuel hedging, implementasi fuel consumption programme, pemilihan dan penyederhanaan armada, maintenance programme, penerapan surcharges dan lain-lain.
Melihat besarnya potensi negara-negara di kawasan Timur Tengah tersebut, sudah selayaknya Indonesia mengarahkan pandangannya secara serius dan menjadikannya sebagai kawasan alternatif masa depan. Seluruh pelaku dunia usaha penerbangan dan pariwisata perlu duduk bersama, bekerjasama secara sinergis lintas sektoral dan terpadu antar unit terkait seperti : Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, Departemen Luar Negeri, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Sekretariat Negara, Badan Koordinasi Pasar Modal, Menteri Negara BUMN, Depnakertrans, Departemen Luar Negeri, Departemen Perhubungan, Departemen Sosial, Imigrasi, Kepolisian, Pemprov/Kota, PJTKI, BNP2TKI, Pelaku usaha Penerbangan dan Pariwisata serta unit-unit terkait lainnya. Namun kesemuanya tergantung kemauan, kesungguhan dan tekad kita untuk mewujudkannya secara nyata. Bagaimana Indonesia?
Sumber : Tabloid Aviasi.
Jun 1, 2010
Membidik Peluang Pasar Penerbangan Timur Tengah
1:13 PM
Afgasforum
No comments
0 komentar:
Post a Comment